Laman

Sabtu, 28 Mei 2011

Letting Go

Letting go

Hidup kita terbiasa dengan perjumpaan, gembira dan larut di dalamnya. Ketika kehilangan mengintip, rasa takut,  kesedihan dan panik mulai melanda. 

Saya sangat tersentuh dengan puisi yang dibuat oleh seorang kawan di Purwantoro, yang merefleksikan rasa kehilangan sebagai sesuatu yang alamiah, dan ikhlas adalah jawabannya.

Teringat saat menjelang Natal 2010, mama saya dirawat di ICU karena menderita Guillain Barre Syndrome. Sebuah penyakit yang menyerang saraf tepi, sehingga perintah dari otak tidak sampai ke tangan dan kaki. Sensasi dari tangan dan kaki pun tidak nyambung ke saraf otak, sehingga praktis ke empat anggota gerak tidak dapat berfungsi. Penyakit ini semestinya tidak mematikan sepanjang pengelolaan jalan napas tetap baik. Ketakutan akan kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mereka tidak dapat menerima perintah saraf untuk berkontraksi, terjadi pula pada mama saya. Yang mematikan adalah resiko komplikasi seperti radang paru - paru, dan kelainan fungsi organ lainnya sebagai bawaan. 

Saya tidak bercerita panjang tentang Guillain Barre Syndrom ini. Tetapi saat mama mengalami gagal napas karena otot napasnya mulai lumpuh, saya mulai dihinggapi rasa takut. Otak saya berkata, ini hal yang wajar, diatasi dengan ventilator pasti beres. Tetapi mata saya melihat mama berjuang untuk "sekedar" menarik napas, dan pada akhirnya kecapaian dan hampir menyerah. Dan apa yang saya lihat melampaui pengetahuan yang saya miliki sebagai seorang dokter. Pikiran mengenai kehilangan menghampiri kalbu.

Letting go, sebuah kata yang mudah diucapkan, sangat berat saat diperhadapkan situasi tersebut, sungguh membuat saya memaknai hidup lebih dari yang dapat saya pahami sebelumnya. 
"that no life lives forever
that our past back never
that even the weariest river
flows somewhere safe to the ocean"
 
 

Tidak ada komentar: