Suatu hari si Tanah Liat terkejut, karena tiba - tiba saja kondisi sekitarnya bergerak tanpa dapat dikendalikannya. Dan tiba - tiba saja tubuhnya terangkat dan masuk ke dalam ruangan yang basah dan lembab. Protesnya tak dianggap, teriakan kesakitannya tidak digubris, malahan semakin banyak air yang diguyurkan ke badannya. Dan setelah itu, bagaikan terpenjara, tubuhnya dibiarkan di tempat yang dingin dan gelap, sunyi tanpa teman.
Ternyata siksaan yang diterimanya belum selesai. Belum lagi sakit di badannya hilang, tiba - tiba tubuhnya tergoncang - goncang lagi. "Tolong...tolong...." Rintihnya tak berdaya saat tubuhnya mulai diinjak - injak sehingga lengket dan liat.
Tanah Liat bernapas lega sejenak saat Tuan Pengrajin datang sendiri, mengangkatnya dari lantai dingin dan lembab ini. Dengan ke dua tangannya, Tuan Pengrajin mengumpulkan bagian - bagian tubuh Tanah Liat dan dengan hati - hati meletakkannya di atas Perbot (alat pemutar). Awalnya Tanah Liat merasa nyaman, karena keluar dari lingkungan yang membuatnya menderita.
"Tuan Pengrajin, mengapa saat saya mengalami hal - hal buruk kemarin, Engkau tidak segera menolong saya ? " tanya si Tanah Liat. Tuan Pengrajin hanya tersenyum dan mulai menyiapkan beberapa perkakasnya seperti batu bulat, alat pemukul, serta kain kecil. Tidak lupa seember kecil air.
Tuan Pengrajin mengelus -elus si Tanah Liat sambil menggerakkan kakinya memutar perbot. "Tuan, pelan - pelan saja ya, saya masih lemah, perlu istirahat dan agak pusing..." rengek Tanah Liat. Tetapi semakin lama putaran semakin cepat dan kedua tangan Tuan Pengrajin mulai membentuk sebuah bejana. Tanah Liat berteriak - teriak, karena merasa begitu pusing dan sekujur tubuhnya kesakitan akibat tempaan kedua tangan Tuan Pengrajn yang besar dan kuat.
Selama beberapa jam Tanah Liat mengalami proses yang menyakitkan kembali. Saat konsistensi tubuhnya mengeras, tiba - tiba diguyur kembali dengan air, dilembekkan dan diproses kembali sesuai patron yang dibuat oleh Tuan Pengrajin. Bagian - bagian tubuhnya dilukis dengan batu, serasa tersayat - sayat sembilu. Sampai pada akhirnya perbot berhenti berputar, Tanah Liat telah menjelma menjadi sebuah bejana.
Tuan Pengrajin meletakkannya di bawah sinar matahari yang hangat. Belaian lembut udara segar serta hangatnya mentari seolah menghibur dirinya yang masih trauma dengan proses yang baru saja dilaluinya.
"Tuan Pengrajin, terimakasih sudah membuatku menjadi bejana cantik..."
Tuan Pengrajin hanya tersenyum simpul dan mengangkatnya dengan hati - hati menuju tungku. "Oh tidak...apa lagi yang harus saya lalui, Tuanku ?" Tanah Liat berteriak - teriak kepanasan karena tubuhnya dibakar sehingga benar - benar keras. Tidak cukup sampai disitu, ternyata Tuan Pengrajin masih melumurinya dengan cat sampai tubuhnya mengkilap.
Tuan Pengrajin membawanya ke tempat yang sungguh sangat bersih dan banyak cermin di ruangan tersebut. Tanah Liat hampir tak percaya melihat dirinya. "Oh, Tuanku, sungguhkah itu diriku ?" Tuan Pengrajin kembali tersenyum dan kali ini Ia berkata,
"Semua proses menyakitkan yang kamu lalui membawamu pada satu tujuan, yaitu membuatmu menjadi bersinar dan berkualitas. Semua bagianmu sempurna dan indah, dan kamu berfungsi sebagaimana maksud-Ku menciptakanmu. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar