Di era komputer ini, kita mengetik dengan mudahnya. Bila salah, ada backspace atau delete. Bila tidak menyukai sebuah karya, bisa dihilangkan dengan undo button. Bayangkan saat kita mengetik dengan mesin ketik, tak tik tuk, bila salah harus mencari tipp ex, atau bila surat penting, terpaksa ketik ulang lagi.
Saya dulu pernah membuat cerpen dengan mesin ketik. Semuanya masih tersimpan di lemari masa sekolah saya, he..he... Ketak ketik, takut ketahuan mama kalau masih belum tidur. Dan paling sebal kalau salah ketik.
Undo button.
Seandainya lidah kita memilikinya. Lidah adalah senjata tajam bermata dua, dapat menyakiti orang lain dan menjadi senjata makan tuan. Kata - kata tajam yang diluncurkan tanpa pertimbangan, menjadi bilah yang menyayat kelembutan hati. Menyebabkan timbul luka yang kadang, tak termaafkan.
Seandainya waktu memilikinya. Sang waktu tak memiliki undo, karena apa yang sudah lewat tidak dapat dikoreksi atau diulang kembali. Masa kecil saya yang penuh kenakalan, sudah menyakiti hati papa mama saya, tentu saja saat ini saya sesali, tapi tidak dapat dihapuskan dari catatan sejarah hidup saya. Untungnya papa mama sangat mengasihi saya, sehingga mereka memilih mendelete memori jelek tentang saya, he...he...
Bila kita membeli barang di swalayan, biasanya tertulis di nota, barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukarkan kembali. Kita menemukan undo button lagi untuk hal ini. Kalau ini sih kaitannya dengan uang belanja, he...he...
Proses hidup kita tidak memiliki undo button, tetapi kita bisa melakukan repair dengan memperbaiki hal - hal salah dalam hidup kita. Kata maaf atau sorry, meskipun tidak sempurna, tetapi tetaplah menjadi drug of choice dalam setiap kesalahan yang kita buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar