Laman

Selasa, 31 Januari 2012

The Belly of A Whale

Pagi ini saya membaca tentang Yunus di perut ikan. Sebenarnya di Alkitab tidak dijelaskan bahwa ikan yang dimaksud adalah ikan paus, tetapi kita sering mengasumsikan demikian.


Maka atas penentuan TUHAN datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya. (Yunus 1:17)


Bagi yang belum memahami cerita Yunus, singkat kata, Yunus adalah seorang nabi yang diutus untuk memberitakan pertobatan dari sebuah bangsa (Niniwe) yang jahat. Tetapi karena ia tidak menyukai perintah ini, maka Yunus melarikan diri dengan naik kapal ke arah berlawanan. Tapi Tuhan tidak tinggal diam dan menimbulkan badai besar sehingga awak kapal membuang Yunus ke laut. Nah, di laut ini, Yunus dimakan ikan besar 3 hari lamanya.


Saya mencermati, bahwa saat si Yunus dibuang ke laut, ia berada di ambang maut. Bagaimana tidak, begitu tenaganya habis, ia akan tenggelam dan segera harus mempertanggungjawabkan pemberontakannya. Saya tidak bisa mengerti mengapa kualitas nabi, masih juga membuat Yunus berpikir kalau ia dapat lari dari panggilan Tuhan. Tetapi inilah hidup, nabi juga manusia. Yang membuatnya berbeda adalah responnya terhadap kesalahan yang sudah dibuat.


Saya membayangkan, Yunus kelelahan berenang melawan ombak, tidak tahu arah harus berenang kemana, karena saya percaya ia hanya membawa diri sja, tidak ada kompas atau peta. Di saat ia mulai putus asa, ia menyesal dan berteriak minta tolong. Kepada siapa ia dapat minta tolong di tengah samudera ? Tidak ada lain, no other choice, hanya pada Tuhan. Mungkin kondisi ini memang Tuhan ijinkan, karena kalau ditangkap bajak laut, si Yunus mungkin masih berusaha dengan kekuatan sendiri (in my imagination).


Dan out of my mind, Tuhan menolongnya dengan cara yang extraordinary. Dicaplok ikan besar. Kayaknya memang tidak mungkin kalau hiu, Yunus pasti sudah jadi daging cincang. Jadi dalam pemahaman kita, pasti deh di perutnya ikan paus. Bagaimana rasanya ya ? Ada cairan usus, bercampur dengan ikan busuk yang dimakan ikan paus, tetapi at least, sudah tidak perlu berenang dengan kalap mencari daratan. Duduk di atas gigi ikan yang tidak pernah tersentuh pasta gigi.


Meski selamat, sekarang ada hal baru. Jelas tidak ada penerangan, belum ada listrik masuk perut ikan atau senter dengan batere recharge. Jadi gelap gulita, lapar, kedinginan, sendirian.


Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada TUHAN, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus. (Yunus 2:7)


Salut. Ia menunjukkan mentalitas seorang anak Tuhan. Tidak lagi bersungut - sungut meskipun mungkin saat ini keadaannya tetap tanpa harapan. Yunus kan belum tahu dia bakalan keluar dalam tiga hari ke depan. Tetapi ia merendahkan diri di hadapan Tuhan, bersyukur kalau ia telah diselamatkan. Dan ia berbalik dari hatinya yang membenci Niniwe, menjadi bersedia memberitakan pertobatan agar bangsa ini diselamatkan.


Di dalam perut ikan besar ini, ada keputusan baru yang diambil Yunus. Ia mau berbalik dari ketidaktaatannya dan mengambil langkah seirama dengan Tuhan.


Saya kembali ke kehidupan sehari - hari saya saat ini. Adakalanya saya begitu keras kepala menjauhi rencana Tuhan yang saya anggap tidak baik menurut kacamata manusia saya yang terbatas ini. Saya ditegur, bahwa apa yang dapat saya lihat saat ini adalah momentum sesaat, tidak dapat dijadikan skala kekekalan. Dan, tolong, saya tidak mau sampai harus di "perut ikan" kan, cukup diberi tahu saja, hehehe... Bila boleh memilih....


Selalu ada titik terendah untuk kembali melambung ke atas.

Tidak ada komentar: