Laman

Rabu, 01 Februari 2012

Orang Upahan

Pagi ini saya kebetulan chatting dengan teman di kota P, salah satu kota di Pulau Sumatera. Ada sesuatu hal yang harus ia kerjakan, dan pada pk. 08.53 di riwayat chatting saya tercatat :
P : "sekarang masih rebahan dulu, belum mandi, he...he...malas kerjo".  
S :  " hahh, jam segini mbak ? wah, boss gitu deh, bangun siang - siang". 
P : "PNS cin, datang seminggu 2 kali masih dimaapin...Masih mendingan aku, ada kawan malah sebulan masuk sekali". 
Astaga.....
S : "Hahh... digaji rakyat lohhh...." 
P : "Jangan gitu dong, gua malu hati nih...iye deh nanti gua kerja, tapi telat dong..".


catt : P : teman saya di kota P ;  S : saya


Saya percaya rekan saya hanyalah salah satu oknum yang menyalahgunakan jabatannya sebagai abdi negara. Karena lebih banyak lagi  yang melakukan hal yang memalukan dan terang - terangan. Dan digaji negara. Hasil keringat rakyat kecil. 


Saya sebenarnya tidak suka berkomentar tentang hal - hal berbau politis, walaupun saya tidak apatis terhadap politik. Tetapi di sisi lain, saya membaca artikel tentang 
"Kisah Tukang Sampah Indonesia di Stasiun Televisi Inggris" (link : http://id.berita.yahoo.com/kisah-tukang-sampah-indonesia-di-stasiun-televisi-inggris-024033143.html)

Tukang sampah, profesi yang sering dianggap sebelah mata, tetapi bila tidak ada, kita marah - marah karena sampah menumpuk di depan rumah. Tidak ada jaminan kesejahteraan, tidak terjangkau oleh pengobatan gratis, berharap menjadi PNS tetapi status tetap pegawai tidak tetap. Belum lagi pemulung yang memisahkan sampah busuk dan sampah yang masih bisa diolah. Mereka malah tidak terdaftar di kelurahan, dianggap bukan warga sehingga tidak mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah, tetapi bila tidak ada yang memisahkan sampah - sampah tersebut, negara kita akan segera memiliki pulau sampah.


Setiap kita adalah orang upahan, yang memegang hak pengelolaan berapapun harta yang Tuhan percayakan pada kita, besar ataupun kecil jumlahnya. Dan kita bertanggung jawab akan hal ini, bukannya malah menyalahgunakan. Saya sendiri malu kalau ditanya apakah saya sudah mengelola dengan baik.


Marilah kita bekerja seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia, karena sesungguhnya upah telah menanti.


Maafkan saya, kawan P, karena saya tidak sependapat dengan anda.
Saya percaya masih banyak teman saya yang bekerja lebih dari jam kerja meskipun status abdi negara tidak mengharuskan demikian. Salut pada anda semua.


Sekedar opini.

Tidak ada komentar: