Ada seorang teman yang menelpon saat saya sedang bekerja. Karena telpon tidak saya angkat, teman ini telpon suami saya sambil marah-marah. Suami saya mencoba menelpon saya untuk memberitahukan hal tersebut. Tentu saja karena sedang ada pasien, saya tidak mengangkat telpon.
Alhasil di jam saya berhasil duduk beristirahat, saya membuka ponsel dan melihat miss call yang banyak dan "ping" di jejaring sosial saya. Tentu saja yang saya telpon balik pertama adalah suami, dimana saya mendapat info bahwa teman saya marah-marah karena tidak berhasil menghubungi saya.
Saya malas sekali membaca dan menelpon balik (reaksi wajar bukan?). Bila anda seorang pasien dalamkondisi gawat tentu tidak mencari teman dokter untuk ditelpon tetapi mencari UGD terdekat.
Tetapi memenuhi kewajiban sebagai dokter, saya telpon balik, yang akhirnya tidak dijawab. Karena saya masih ada pasien, saya tinggalkan kejadian yang tidak menyenangkan bagi saya ini.
Saat saya selesai bekerja, kembali saya lihat miss calls dan "ping" dari teman saya. Akhirnya saya balas saja melalui media pertemanan ini, karena saya tidak mempunyai stok energi yang cukup untuk meladeni keluhan teman saya yang ternyata sedang mengalami sakit maag.
Sakit maag bukanlah sesuatu yang gawat menurut dokter. Memang pasien pasti merasa nyeri, apalagi bagi penderita maag kronis disertai stress berkepanjangan dengan tipe kepribadian yang mudah panik.
Apa yang bagi pasien merupakan kondisi gawat, belum tentu gawat di penilaian dokter. Demikian juga saat suami saya mengalami patah tulang tertutup, bagi dokter sebenarnya bukan indikasi kegawatan dimana harus operasi segera. Tetapi bagi suami saya, kondisinya ini gawat. Untunglah mendapat bantuan sahabat saya, teman sejawat ortopedi, sehingga bisa dioperasi segera tanpa perlu menunggu weekend berakhir.
Pahamilah bahwa dokter memiliki emosi, kebutuhan, rasa lapar, haus, pasien lain yang lebih gawat kondisinya, dan keluarga yang memerlukan kasih sayangnya.
Bagi teman yang saya ceritakan di kisah ini, mohon maaf bila ada kata yang menyinggung perasaan saudara.
Apa yang bagi pasien merupakan kondisi gawat, belum tentu gawat di penilaian dokter. Demikian juga saat suami saya mengalami patah tulang tertutup, bagi dokter sebenarnya bukan indikasi kegawatan dimana harus operasi segera. Tetapi bagi suami saya, kondisinya ini gawat. Untunglah mendapat bantuan sahabat saya, teman sejawat ortopedi, sehingga bisa dioperasi segera tanpa perlu menunggu weekend berakhir.
Pahamilah bahwa dokter memiliki emosi, kebutuhan, rasa lapar, haus, pasien lain yang lebih gawat kondisinya, dan keluarga yang memerlukan kasih sayangnya.
Bagi teman yang saya ceritakan di kisah ini, mohon maaf bila ada kata yang menyinggung perasaan saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar