Laman

Rabu, 06 Juli 2011

Plak Plek (Tempel - tempel)

Seorang pemuda meletakkan tangannya di bahu seorang putri di depan sebuah pertokoan. Mereka tidak sendirian, bercanda beramai - ramai dengan beberapa orang lainnya, putra dan putri. Sesekali si putri mencubit perut temannya, dan dibalas dengan pelukan si putra. Saya sebagai penonton menjadi risih, tp mobil saya kan diparkir di depan mereka. Padahal yang dilihat tidak risih ya ? He..he..
Beginikah produk jaman sekarang ? Kalo orang Jawa bilang, "guyonan kok plak plek", bercanda kok pegang - pegangan.

Biasanya saya bukan orang yang usil  mengurusi urusan orang lain, tetapi kali ini saya tergelitik untuk menuliskannya. Apakah mereka adalah sepasang kekasih atau bukan, saya tidak tahu. Berpacaran bukan berarti boleh bersentuhan secara berlebihan, karena hal ini hanya menimbulkan penafsiran yang salah baik di antara mereka berdua ataupun di mata orang yang  melihat. Dan memang pada masa - masa muda, saat masih belum terikat janji pernikahan, dunia serasa milik berdua. Apa yang negatif menjadi positif, tidak tampak lagi hal jeleknya. Bahkan bila seandainya bisa melihat kejelekan itu pun, akan di positifkan (maksa.com). Contohnya, kebiasaan bersendawa di tempat umum. Hal ini tentu tidak sopan di negara kita. Tetapi saat berpacaran, hal ini akan dilihat menjadi hal yang positif, wah, ternyata pasangan saya sudah kenyang. Padahal kalau sudah menikah, nanti yang keluar adalah, kok malu - maluin sih...he..he...

Sebagai pengamat sosial (kapan didaulat yah ?), saya prihatin dengan terkikisnya budaya Indonesia yang santun menjadi budaya "plak  - plek". Saya tidak bisa menerjemahkannya dengan tepat, ha..ha... 

Sekedar curhat prihatin dari seorang kuno idealis.

2 komentar:

Lily Kasim mengatakan...

wayah saiki mbakkk...kayak gitu dianggepe lumrah..nek lewih nemen lagi urip satu atap tanpa ikatan...mengerikan...

Anonim mengatakan...

setuju.
apalagi anakku cewek dokchan