Saya bukanlah pakar pernikahan, konselor pernikahan atau sejenisnya. Menikah juga baru akan 6 tahun. Tetapi beberapa hari terakhir ini saya menerima pertanyaan tentang pernikahan.
Menikah adalah hal yang paling akhir yang saya pikirkan saat menyebutkan cita - cita. Rasanya begitu banyak hal yang tidak bisa terlaksana bila menikah. Sekolah lagi (spesialis - untuk saya), pekerjaan yang banyak keluar kota, apply international scholarship, pelayanan menurut versi saya, tidak mungkin dilakukan bila menikah (menurut pandangan naif seorang gadis yang ambisius).
Tetapi akhirnya tokh saya menikah. Saya tidak menyesal. Memang pernah menghadapi pergumulan sebelum memutuskan untuk bertunangan dengan pria yang sekarang ini menjadi suami saya. Pergumulan untuk meletakkan ambisi pribadi, memandang kehidupan yang akan dijalani berdua, menyatukan visi sebagai insan Tuhan.
Menuliskan hal ini bukanlah hal mudah, karena perjalanan pernikahan tentu tidaklah seperti cerita dongeng, happily ever after. Selalu ada pencobaan, masalah, dan berbagai kesalahpahaman. Tetapi ketika mengingat bahwa landasan pernikahan kami adalah Kristus, maka kami meletakkan ego kami dan kembali pada titik awal, yaitu Kristus sebagai batu penjuru pernikahan kami.
Perasaan cinta eros hanya sementara, ketika tantangan dan masalah menghadapi, yang tersisa hanya komitmen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar