Pernahkah melihat dan mengalami memberi obat pada anak balita ? Astaga, ternyata seperti perang. Dan bukan pada anak saya saja, tetapi beberapa teman senasib (baca : memiliki anak usia 2 tahun), juga mengalami hal yang sama.
Mereka dengan cerdasnya mengunci kedua bibirnya. Memberontak, mengayunkan tangan dan kaki untuk melawan si pemberi obat. Dan meskipun dengan kekerasan, dipaksa untuk membuka mulut, ternyata obat itu tidak juga ditelan, malah disemburkan. Dengan menutup kedua lubang hidungnya sebentar ternyata tidak membuatnya menelan juga, malahan dibiarkan meleleh keluar dari mulut mungilnya.
Astaga... Betapa lihainya si kecil "menyelamatkan" diri dari obat yang sudah diberi pemanis oleh ibunda tercinta.
Saya kesal, tidak sabar, ingin marah dan mengomel. Tetapi ketika saya melihatnya sedih, menangis, tidak tega rasanya.
Saya renungkan, saya juga tidak berbeda jauh dengan anak saya. Meskipun kondisi sulit, dihadapkan berbagai masalah, saya malah membungkam mulut saya untuk berdoa. Menggerakkan tangan dan kaki saya untuk menyelamatkan diri sendiri, padahal Bapa Surgawi sedang menenangkan saya untuk memberi pertolongan. Tidak hanya itu saja, seringkali juga "obat" dari Bapa Surgawi saya semburkan dan tidak ditelan, karena menurut saya itu tidak enak.
Analogi yang membuat saya tidak bisa marah pada si kecil, juga membuat saya memohon ampun di hadapan Tuhan semesta alam, yang berkenan saya panggil sebagai Bapa Surgawi.
*belajar mode on*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar