Laman

Kamis, 06 November 2014

Anak Orang Kaya

Pernahkah anda mendengar orang tua sukses berkata, "Saya ingin anak saya belajar dari nol, supaya mereka menghargai dan tahu susah payah orang tua mencari nafkah."

Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar ataupun salah. Saya pun secara pribadi melihat banyak anak orang kaya yang hidupnya manja dan tidak menghargai orang lain. Sebel rasanya melihat anak orang kaya yang petantang petenteng, mengandalkan kekayaan orang tuanya. Apalagi film Meteor Garden yang melejitkan F4, juga mengisahkan seorang pemuda yang mengandalkan kekayaan dan jabatan orang tuanya untuk menindas teman-temannya.

Kalau anda menyimak dengan lebih hati-hati, sebenarnya hal tersebut lebih mengenai bagaimana anda mendidik anak anda. Apakah anda hanya menyediakan kebutuhan materinya, melimpahinya dengan "kasih sayang" yang sesungguhnya hanya memanjakan ? Ataukah anda mendidiknya untuk menghargai orang lain dan berusaha keras untuk mendapat apa yang diinginkannya ?

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6 TB)

Anak - anak sebenarnya sangat membutuhkan tuntunan orang tuanya. Mereka perlu bantuan dan petunjuk dari kita yang telah mengalami terlebih dulu apa yang mereka hadapi saat ini.

Bila anda mendaki gunung, tentu lebih mudah, lebih aman, dan lebih menyenangkan bila anda disertai guide yang sudah sering melalui jalan tersebut, bukan? 
Guide akan menunjukkan pemandangan yang biasanya akan terlewat saat anda mengalami kesulitan atau kelelahan. Dia juga akan memberitahu anda, bagian terberat perjalanan anda dan bagaimana mengatasinya. Itu juga yang dibutuhkan anak - anak kita. 

Mereka perlu belajar dari kesalahan - kesalahan dan penderitaan anda di masa lalu. Mereka juga bisa belajar dari pengalaman mereka sendiri, tetapi sesungguhnya bila anda membagikan pengalaman anda, memberi petunjuk bagaimana melaluinya, mereka dapat terhindar dari sakitnya jatuh bangun. Serta dapat belajar terbang lebih cepat, bahkan terbang tinggi melebihi rajawali. 

Tertinggal secara akademis karena kebiasaan. Jatuh bangun dalam bisnis. Gagal dalam hubungan asmara. Tergoda untuk melakukan kompromi dengan dunia. Dicobai keinginannya yang tidak kudus dengan pasangan.

Apakah terdengar akrab bagi anda ? Anda pernah di jalan itu? Apakah anda ingin, anak anda belajar dari anda dan segera melaluinya tanpa harus mengalaminya, ataukah anda merasa mereka harus mengalami hal-hal yang anda dulu juga alami? Akan lebih mudah bagi mereka untuk terbang lebih tinggi dari pondasi yang telah dibangun orang tuanya. 

Tuhan mengijinkan semua yang terjadi dalam kehidupan anda, untuk menjadi pelajaran, bagi anda dan juga bagi orang lain. 

Saya ingin menjadi orang tua yang berbagi pengalaman, bukan mendorong anak saya mengalami lebih dulu yang saya alami. 

Orang tua saya bukan orang tua kaya, dan memiliki 5 anak perempuan yang harus sekolah dan makan. Saya mengalami, dari sisi anak, bagaimana minder karena masih naik sepeda onthel (sepeda kuno) di saat teman-teman saya naik sepeda Federal. Bagaimana minder karena teman - teman punya TV kabel dan bercerita di sekolah tentang film semalam, sedangkan channel saya waktu itu hanya ada TVRI. Bagaimana teman - teman dicukupi uang saku dengan melimpah, sedangkan saya harus berhemat untuk bisa sekedar nonton dengan mereka sebulan sekali. Bagaimana jatuh bangun dalam pergaulan, dan akhirnya memilih jadi anak kuper yang juara agar bisa masuk Fakultas Kedokteran melalui jalur khusus. 
Saya mengalami bagaimana berjuang untuk mendapat beasiswa dan hidup benar di tengah teman yang menyontek saat ujian. Bagaimana untuk mempertahankan iman di saat tidak lulus merupakan hasil sebelum ujian. 
Dan setelah bekerjapun, saya tetap mengalami bagaimana sulitnya bertahan dengan idealisme sampai akhirnya Tuhan mengangkat saya lebih tinggi. 
Demikian juga dengan pengalaman dengan lawan jenis. Berapa banyak saya menangis karena hati tertambat pada teman yang tidak seiman, sampai akhirnya Tuhan mempertemukan dengan pria yang tepat bagi hidup saya. Pengalaman menikah yang jatuh bangunpun saya alami, masalah tidak pernah berhenti sebelum kita berhenti hidup, bukan?

Bukan berarti saya tidak pernah jatuh. Tetapi saya berdoa supaya saya tetap dimampukan kembali berdiri, berlari dan terbang tinggi.

Saya ingin anak saya melalui jalan yang lebih mudah, tetapi tidak menjadi manja. Saya mau belajar, dan saya minta Tuhan sendiri yang memampukan saya.

Amin.


Tidak ada komentar: