Laman

Kamis, 26 Mei 2016

Mengukur Kebaikan Orang Lain

Sebuah korespondensi melalui chat di jaringan pribadi.

Pasien : "Dokter kerja di klinik Y kan ?"
dr. C    : "Iya, betul bu. Ibu silakan datang untuk pemeriksaannya ya."
Pasien : "Biayanya berapa dok ?"
dr. C    : "Rp ZZZ"
Pasien : "Wah mahal juga ya ! Ga bisa kurang dok ? Kalau klinik biasanya bisa kasih diskon kan !"

Seperti apa dokter yang baik di mata pasien ? Dokter yang memberi konsultasi gratis setiap waktu ? Atau kalau perlu dengan obatnya ? Atau dokter yang teliti, memerlukan waktu lebih lama untuk memeriksa pasien ? (resikonya : pasien lain menunggu lama). Atau dokter yang obatnya manjur ces pleng dan periksanya cepat ?

Jaman serba instan menuntut kecepatan kerja. Tetapi ada beberapa bidang kerja yang tidak bisa dipaksakan cepat. Bagi saya, dokter adalah art. Jarum dan obat yang sama dapat menjadi beda di tangan dokter yang berbeda (terutama di bidang kerja saya, estetik).

Untuk menjadi seorang dokter, dulu diperlukan sekolah minimal 6 tahun. Belum lagi update ilmu tiap tahunnya untuk mempertahankan surat registrasi sebagai dokter umum. Belum spesialis loh. Kalau spesialis, sekolah lagi deh minimal 6 tahun.

Jadi pikirkan saja sendiri, bagaimana seharusnya kita menghargai orang lain. Setiap orang pasti punya "kebaikan" hati dengan cara berbeda - beda.


*dedicated to my brother, he is a smart and kind doctor that his patient do not want to ask discount from him.*


Tidak ada komentar: