Laman

Rabu, 19 Oktober 2016

Bhinneka Tunggal Ika

Sudah sejak kecil saya belajar bahwa Bhinneka Tunggal Ika, semboyan bangsa Indonesia itu artinya berbeda - beda tetapi satu juga. Rasanya semua sekolah mengajarkan hal yang sama.

Saya merenungi, bahwa keragaman bangsa kita bagaikan tubuh manusia. Setiap bagian memiliki keunikannya dan fungsi yang berbeda. 

Paling mudah ketika kita melihat telapak tangan kita. Jempol atau ibu jari mendapat kehormatan untuk memberikan apresiasi. Saat kita melihat hal yang baik, membanggakan, kita mengangkat ibu jari kita. Begitu pula sebaliknya, hal buruk diberi jempol terbalik. 

Telunjuk lebih banyak kita gunakan untuk menunjuk. Telunjuknya sendiri tidaklah salah, tetapi bagaimana kita menunjuk, itulah yang sering jadi masalah. Kita bisa menunjukkan arah kebenaran dengan telunjuk, tetapi kita juga menunjuk muka sesama kita untuk mempersalahkannya.

Bagaimana dengan nasib kelingking? Minoritas tak bergunakah ? Sebagai bagian dari telapak tangan, meskipun si kelingking lebih sering dipakai untuk "mengupil", tetapi tidak satupun dari kita mau si kelingking ini diamputasi dan diganti dengan jempol. 

Terkadang kita lupa, bahwa kita diciptakan berbeda - beda oleh Tuhan, bukan untuk saling menjatuhkan tetapi untuk saling melengkapi. 

Kelingking meskipun terkecil tetapi bukannya tak penting. 
Meskipun terkecil, bukan berarti tak bisa mengambil peran penting.
Bergandengan baru lengkap ketika tidak semua jari adalah jempol. 

Bagaimana sebuah komunitas disebut sebagai mayoritas ketika tidak ada minoritas ? 
Keragamanlah yang memberi rasa mayoritas dan minoritas, bukan keseragaman.

#menolaklupa
#menolakperpecahan
#bhinnekatunggalika

Tidak ada komentar: