Laman

Selasa, 22 Februari 2011

BELAJAR DARI TANAH SUBUR

Saya sedang membaca sebuah buku, "Broken Things, Why We Suffer" karangan M.R. De Haan. Baru dapat judulnya aja, he..he...

Pembukaannya adalah "Break your fallow ground, and sow not among thorns " (Jer 4 :3).

Bukalah bagimu tanah baru, dan janganlah menabur di tempat duri tumbuh. 

Tanah yang akan kita tanami, belum tentu merupakan tanah yang subur. Juga mungkin tanah itu belum diolah, masih ditumbuhi semak belukar dan pohon - pohon yang tidak produktif. Bahkan mungkin juga tanah tersebut tandus, gersang, tidak ditumbuhi oleh bahkan sebuah rumput pun. 

Untuk itu kita perlu mengolahnya. Menyiangi semak belukar, pohon yang tidak produktif, memotong dengan mesin atau sabit, mencangkul, mengairi, memberi pupuk (he..he..ingat dulu pelajaran biologi yah...).

Demikian pula hati kita. Sering kali kita terhambat untuk maju karena "tanah hati" kita masih liar. Banyak semak "iri hati", " semak "dengki", belukar "kemarahan", pohon "kepahitan", buah "kesedihan". Atau malah "tanah hati" kita adalah tanah tandus akan kasih sayang, gersang dari perhatian, kekurangan pengairan cinta kasih. 

Untuk itu tanah hati ini perlu dibongkar dengan disiplin. Disiangi dengan pelajaran pahit tentang pengampunan. Dibabat dari akar kebencian menjadi tumbuhan pengharapan. Diairi dengan aliran kasih sayang dan perhatian. 

Bukan proses yang mudah. Pembentukan karakter perlu harga yang mahal, seperti pak Tani menginvestasikan cangkul, traktor, pupuk, saluran air. Selain itu juga diperlukan waktu yang cukup untuk membuat tanah hati kita menjadi tanah gembur yang siap memberikan hasil yang terbaik bagi hidup kita.

Tuhan jauh lebih mementingkan pertumbuhan karakter kita agar semakin serupa dengan Kristus. Bila kita masih diijinkan untuk mengalami sakitnya proses pembentukan, itu berarti Tuhan masih peduli dengan kita.

- perenungan seorang hamba -

Tidak ada komentar: