Laman

Rabu, 21 Oktober 2015

Living in Christ

Di gereja tempat saya beribadah, sedang gencar didengungkan untuk memiliki dan hidup dalam karakter Kristus yang lemah lembut dan rendah hati.

Saya pikir Firman Tuhan memang tidak cukup untuk didengarkan, dibaca, direnungkan dan dihapalkan, tetapi mesti dilakukan. Tanpa tindakan nyata, huruf tetaplah huruf, kata - kata indah dan kalimat - kalimat perintah.

Satu hal yang ingin saya bagikan hari ini. Ini bukan masalah doktrin. Ini masalah hati.

Di tempat saya beribadah saat ini adalah gereja dengan latar belakang berbeda dengan gereja yang sebelumnya saya bergabung dan dibaptiskan. Otomatis ada beberapa cara dan aturan ibadah yang berbeda. Saya tidak akan fokus pada perbedaan, sekali lagi ini bukan masalah doktrin. 

Ada satu aturan yang mengusik saya. Untuk dapat terlibat dalam pelayanan, saya harus melakukan baptis selam. Sempat terjadi perdebatan dalam nurani saya. Bukankah yang penting bukan caranya, tetapi hatinya ? Bukankah Tuhan tidak melihat cara kita menerima-Nya sebagai Juru Selamat ? Yang terpenting adalah saya sudah mengakui bahwa saya adalah manusia berdosa yang butuh pertolongan dan Yesus adalah satu - satunya Juru Selamat pribadi saya, dan saya bersedia untuk terus belajar hidup menTuhankan Kristus. 

Dimana bumi berpijak, di situ langit dijunjung. 

Pepatah ini sungguh menyadarkan saya. Sebagai turis di negara lain, saya menghormati adat - istiadat setempat tanpa terlibat di dalamnya. Tetapi bila saya menjadi warga negara, saya harus mengikuti peraturan negara tersebut. Sungguh pun bukan cara baptis yang menyelamatkan, tetapi mengikuti cara itu bila saya mau terlibat di dalamnya.

Dan yang kedua, ini tantangan saya pertama untuk menghidupi karakter Kristus - yang berat menurut saya, karena ini sudah menyentil prinsip yang saya pegang bertahun - tahun. 

Humble. Rendah hati.

Ego saya harus ditundukkan di bawah salib. Kalau dengan mengikuti cara ini membuat saya lebih efektif di dalam melakukan tugas panggilan Tuhan, maka ikutilah. Hal ini membuat saya sadar, bahwa kadang ego membatasi manifestasi Tuhan dalam hidup kita. Dan ini harus disalibkan.

Dan akhirnya setelah beberapa kali konseling, saya dan suami mengambil keputusan untuk melakukan peneguhan ulang dengan cara baptis selam.

Saya mulai belajar untuk mengalahkan ego saya dengan kalimat : "Kalau melakukan ................. membuat saya lebih dekat dan lebih efektif dalam melakukan tugas panggilan Tuhan, maka lakukanlah."

Sekali lagi, ini bukan masalah doktrin. Ini masalah mengalahkan ego. Menghidupi karakter Kristus.

Dan butuh keberanian bagi saya untuk menuliskan ini di blog saya, sekali lagi, karena saya mau mengalahkan ego saya.

Hardest decision is when we have to decide against our selfishness. But when we make it, soon freedom will be ours.


Special thanks to Ps. Handoko Pangarso, Bp. Daniel Andrianto, Mas Gunawan SH, ibu Ingrid dan Bp. Wayan. Congratulations for beating ego for Victor Santoso, Ibu Yossy.


Tidak ada komentar: